Program Unggulan

Satuan pendidikan atau Madrasah pada hakikatnya merupakan agen pelaksanan proses pendidikan yang harus memiliki budaya ramah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan pendidikan. Selain itu sekolah juga diharapkan memiliki pendidikan yang bermutu.

Program-program unggulan tersebut yakni Tahfidz, Qiroatul Kutub,  Musikalisasi Puisi, Pencak Silat Pagar Nusa, Komputer dan Sains, Literasi (Pembinaan Siswa Dalam Mempersiapkan Mengikuti Kompetisi Sains Madrasah Dan Kompetisi Sains Nasional). Melalui kegiatan ini diharapkan dapat menarik minat peserta didik dan mampu mengangkat nama baik madrasah dan pondok pesantren, dengan menorehkan prestasi dalam perlombaan baik tingkat kabupaten, provinsi bahkan nasional. dengan membentuk Tim Pengembangan Program Madrasah :

A. Tahfidz
Tahfidz merupakan salah satu program dari Madrasah  Ibtidaiyah Nihayatul Amal. Peserta didik diwajibkan untuk membaca dan menghafal Al-Qur’an.

Tujuan Penyelenggaraan Program Tahfidz :
1. Menghasilkan siswa berkarakter Penghafal Al Qur”an dan menguasai ilmu pengetahuan
2. Memfasilitasi siswa-siswa dalam belajar ilmu pengetahuan bersinergi dengan kegiatan menghafal Al Qur’an
3. Membekali siswa bidang Akademik dan Tahfidz Al Qur’an sebagai modal untuk melanjutkan di Sekolah, Pondok Pesantren, Perguruan Tinggi maupun terjun di masyarakat.

Target Program Tahfidz :
1. Siswa lancar membaca dan menghafal Al-Qur’an
2. Siswa mampu menghafal minimal 1 Juz yakni Juz 30
3. Siswa mampu memahami bacaan Al-Qur’an

Pelaksanaan program Tahfidz MI Nihayatul Amal dilaksanakan terpisah dari kurikulum pembelajaran, dan dilaksanakan sebelum pembelajaran dan disela waktu senggang pembimbing hafalan. Seluruh peserta didik diarahkan menghafal dan menyetorkan hafalan diatur secara bergantian pada saat program berlangsung.

Sistem dan Mekanisme Hafalan :
1. Siswa menyetorkan hafalan beberapa ayat kepada pembimbing hafalan setiap hari Selasa, Rabu, dan Kamis
2. Untuk memantapkan hafalannya, Guru yang sudah ditunjuk misalnya hafalan 1 juz yang sudah dihafalkan
3. Target hafalan minimal 1 Juz yakni juz 30 dengan dibagi per jenjang angkatan kelas IV, V dan VI

Sistem dan Mekanisme Murojaah :
1. Murojaah (pengulangan setoran) selama 1 minggu disetorkan kepada pembimbing
2. Jumlah setoran sesuai kemampuan siswa menghafal selama 1 minggu
3. Setoran reguler 1 halaman, Setoran intensif, minimal 1 lembar
4. Hasil muroja’ah dicatat pada buku penilaian

B. Qiroatul Kutub

Diperuntukkan bagi siswa siswi  yang ingin mengkaji kitab salaf (kitab kuning) secara intensif.

Qiroatul Kutub dewasa ini memang sangat jarang ditemui di masyarakat kita. Meski masih terjaga, kitab kuning sebagai kekayaan khazanah dari para ulama’ besar islam di Indonesia harus tetap terjaga dan dilestarikan pada generasi selanjutnya.

Maka dari itu, Madrasah Ibtidaiyah Nihayatul Amal ingin membentuk kader generasi ahli dalam membaca kitab kuning dari kalangan siswa siswi Madrasah Formal. Maka dari itu, mulai tahun 2023 dibentuklah kelas Qiroatul Kutub sebagai sarana bagi Siswa Siswi yang ingin memahami kitab kuning di kelas 4 – 6

Metode yang dipakai adalah pengajaran para ulama’ salafus sholih, mulai dari sistem bandongan (penambahan materi, sorogan dan hafalan kitab).   

C. Pencak Silat Pagar Nusa

Pagar Nusa adalah organisasi yang mewadahi pencak silat di bawah naungan Nahdlatul Ulama yang berdiri pada 22 Rabi’ul Akhir 1406 H / 3 Januari 1986 M di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur dengan Ketua Umum pertamanya adalah KH. Abdulloh Maksum Jauhari dalam rangka menyatukan dan mewadahi sejumlah perguruan silat NU yang dahulunya beragam dan berdiri sendiri-sendiri. Hingga saat ini Pagar Nusa memiliki nama resmi “Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa”. Pagar Nusa berdiri sebagai badan otonom di bawah naungan Nahdlatul Ulama yang berbasis gerakan dalam melaksanakan kebijakan NU pada pengembangan seni, budaya, tradisi, olahraga pencak silat, pengobatan alternatif, dan pengabdian masyarakat.

Lahirnya Pagar Nusa berawal dari perhatian dan keprihatinan para kiai NU terhadap surutnya ilmu bela diri pencak silat di pesantren. Padahal, pada awalnya pencak silat merupakan kebanggaan yang menyatu dengan kehidupan dan kegiatan pesantren.  Surutnya pencak silat antara lain ditandai dengan hilangnya peran pondok pesantren sebagai padepokan pencak silat. Padahal, sebelumnya pondok pesantren merupakan pusat kegiatan ilmu bela diri tersebut. Kiai atau ulama pengasuh pondok pesantren selalu merangkap sebagai ahli pencak silat, khususnya aspek tenaga dalam atau hikmah yang dipadu dengan bela diri. Pada saat itu seorang kiai sekaligus juga pendekar pencak silat.

Dua sisi Iain tumbuh berbagai perguruan pencak silat dengan segala keanekaragamannya berdasarkan segi agama, aqidah, maupun kepercayaannya. Perguruan-perguruan itu kadang bersifat tertutup dan saling mengklaim sebagai yang terbaik serta terkuat.  Para ulama-pendekar merasa gelisah melihat kenyataan tersebut. KH Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya, menceritakan masalah itu kepada KH Mustofa Bisri di Rembang. Mereka lalu menemui KH Agus Maksum Jauhari (Lirboyo) atau Gus Maksum, yang memang dikenal sebagai tokoh ilmu bela diri. Pada 27 September 1985 mereka berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Tujuannya untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan NU yang khusus mengembangkan seni bela diri pencak silat.

Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, Cirebon, dan Kalimantan. Kemudian terbitlah Surat Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian Perguruan Pencak Silat Milik NU yang disahkan pada 27 Rabi’ul Awwal 1406/ 10 Desember 1985 dan berlaku hingga 15 Januari 1986.  Musyawarah berikutnya diadakan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, pada 3 Januari 1986. Musyawarah ini menyepakati susunan Pengurus Harian Jawa Timur yang merupakan embrio Pengurus Pusat. Gus Maksum dipilih sebagai ketua umumnya.

Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang disingkat IPS-NU yang kemudian sekarang menjadi PSNU. Ketua PWNU Jawa Timur KH Anas Thohir kemudian mengusulkan nama Pagar Nusa. Nama “Pagar Nusa” berasal dan KH Mujib Ridlwan dari Surabaya, putra dari KH Ridlwan Abdullah, pencipta lambang NU.  KH Suharbillah mengusulkan lambang untuk Pagar Nusa, yaitu segi lima yang berwarna dasar hijau dengan bola dunia di dalamnya. Di depannya terdapat pita bertuliskan “Laa ghaliba illa billah” yang artinya ”tiada yang menang kecuali mendapat pertolongan dari Allah”. Lambang ini dilengkapi dengan bintang sembilan dan trisula sebagai simbol pencak silat. Sedangkan kalimat ”Laa ghaliba illa billah” merupakan usul dari KH Sansuri Badawi untuk mengganti kalimat sebelumnya, yaitu ”Laa ghaliba ilallah”.  Untuk membentuk susunan pengurus tingkat nasional, PBNU di Jakarta membuat surat pengantar kesediaan ditunjuk menjadi pengurus. Surat ini ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH Achmad Siddiq. Pagar Nusa mengadakan Munas I di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Kraksaan, Probolinggo. Surat kesediaan ditempati sebagai penyelenggara munas ditandatangani oleh KH Saifurrizal. la juga yang menentukan tanggal pelaksanaan acara tersebut, yaitu 20-23 September 1991. Namun, ternyata itu adalah tanggal yang tepat dengan 100 hari wafatnya KH Saifurrizal sehingga pada pembukaan acara pun terlebih dahulu diadakan tahlilan.  Sesuai hasil Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya (1994), Lembaga Pencak Silat NU Pagar Nusa berubah status dari Lembaga menjadi badan otonom. Kemudian pada Muktamar NU di Lirboyo (1999), status Badan Otonom kembali berubah menjadi lembaga.

Munas II Pagar Nusa diadakan di Padepokan IPSI Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, pada 22 Januari 2001. Acara ini diikuti perwakilan dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Riau, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Bahkan, Jawa Timur yang merupakan pusat pengembangan PSNU Pagar Nusa mengikutsertakan perwakilan dari cabang-cabang yang ada di 35 kabupaten/kota se-Jawa Timur dan pondok pesantren.  Acara yang dibuka oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid ini membahas agenda-agenda: (1) Organisasi: Membahas masalah Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) IPS-NU Pagar Nusa; (2) Ke-Pasti-an: Membahas masalah Pasti (Pasukan lnti) dan perangkat yang lain yang meliputi seragam dan atributnya, keanggotaan, dan kepelatihan; (3) Teknik dan Jurus: Membahas, menggali, dan menyempurnakan jurus-jurus yang sudah dimiliki oleh IPS-NU Pagar Nusa yang kemudian didokumentasikan dalam bentuk hard copy (buku) dan soft copy (kaset dan VCD).

Beberapa tokoh yang pernah menjadi Ketua Umum Pagar Nusa adalah KH Agus Maksum Jauhari, KH Suharbillah, KH Fuad Anwar, KH Aizuddin Abdurrahman, dan saat ini H M. Nabil Haroen.